wonderfull Place

wonderfull Place
The Interisting Place

Kamis, 15 Desember 2011

GEOLOGIST GA BISA JADI MANAJER !


  Kenapa seorang sarjana elektro mudah menjadi manajer ? Karena mereka mampu membayangkan sebuah kerja “mesin” tanpa pernah melihatnya. Seorang geologist tidak mampu membayangkan sebuah proses sebelum KENA BATUNYA !

Whalla !! Geologist bermata 4dimensi

http://rovicky.files.wordpress.com/2006/11/peta.gif?w=254&h=218
Geologist (ahli geologi) mesti akan pada protest dengan alinea diatas, paling tidak nggrundel. Karena geologist juga manusia, geologist juga pingin jadi manager doonks ! Geologist mau dong jadi menteri atau setidaknya dirjen, lah. Seorang geologist sering mengatakan dirinya geologist sejati bila mampu melihat dan menjelaskan batu yang ada ditangannya. Dunia virtual-pun menjadi sulit didalam genggaman seorang geologist, secara mental profesionalnya menuntut adanya “hand speciment“. Tanpa rock samples bagi geologi pengukuran hanyalah “soft data“.
 Fakta ini mungkin bisa dilihat bahwa pada kenyataannya petinggi-petinggi dunia migas dan energi di Indonesia bukan ditangan geosaintist. Walaupun permasalahan utama di Indonesia ini masalah “natural resources management“, masalah pengelolaan sumberdaya alam. Indonesia tidak kekurangan energi, Indonesia berlimpah sumberdaya alam, Indonesia kaya minyak, kaya angin, kaya sinar matahari dll. Tetapi kenapa pengelolaan energi di Indonesia terkesan ambyar !!

Graph of voltage coupling 

Kita tengok sarjana teknik elektro sebentar.

Seorang sarjana elektro mampu melihat kerja sebuah proses mekanik dari rumusnya ! Mereka sejak kuliah sudah dituntut melihat proses coupling bukan dari kampas kopling di mesin sepeda motornya. Itulah sebabnya sarjana elektro-pun mampu bekerja di dunia mekanik. Namun akan sulit bila sarjana mekanik dituntut menjadi seorang ahli transmisi PLN.
:( “Tapi Pakdhe, kenapa yang mimpin PLN kok malah wartawan lulusan SMA?”

Bagaimana dengan Geophysicist (ahli Geofisika) ?

Sakjane geophysicist berbeda looh cara berpikirnya dengan geologist.
Mungkin bisa kita lihat statistiknya … berapa jumlah manager eksplorasi yang berasal dari geofisika dibanding dari geologi. Yang pernah menjadi geophysicist sepertinya memiliki chance lebih bagus menjadi manager .. (ini spekulasi saja).
Mereka, ahli GeoFISIKA, sering menggunakan imajinasi dalam melihat gejala alam. Contoh mudahnya ketika mempelajari gravitasi dan magnetik bumi. Mana bisa kita mengindera keberadaan gravitasi dan magnetik tanpa alat ? Ini utamanya karena pemahaman “fisika moderen” sangat memerlukan tool (alat) serta perhitungan math yang ruweth dalam analisanya.
Dalam dunia management juga begitu. Banyak tool-tool manajement saat ini yang menggunakan rumusan dan pengukuran. Tanpa terlhat kasat mata maupun rasa. Contoh mudahnya “benchmarking“. Yang kita ukur bukan sesuatu yang kasat mata, namun bisa diindera dengan “alat ukur” atau survey. Datanya tidak serta merta dianggap sebagai fakta. Misal survey “kepuasan pegawai” (employee satisfactory) yg diperlukan oleh manajer dalam memberikan keputusan.
Dan juga buktinya manajement Pertamina sekarangpun dipimpin seorang lulusan FISIKA !

Kembali ke Geologist.

Seorang geologist dididik melihat dunia ini dalam empat dimensi. Dimensi ruang spasial ditambah dimensi waktu (3D+1). Rentang skala dibenaknya mulai dari yang berukuran mikron dengan mikroskop, hingga ribuan kilometer dengan citra satelit. Waktunya berkisar dari rentang hidupnya dalam puluhan tahun, hingga jutaan bahkan bermimpi akan menguak milyaran tahun yang lalu. Sangat tidak mudah bagi geologist untuk melihat kekinian. Fenomena pemanasan global lebih dilihat sebagai sebuah fenomena alam yg berulang jutaan tahun lalu, ketimbang menganggapnya sebagai ulah manusia yang baru mulai bekerja tadi pagi.
    Manager dituntut untuk mengerjakan dan memutuskan hari ini, saat ini, dan sekarang ! Tidak ada toleransi waktu dalam orde tahunan. Manajer dituntut untuk memutuskan bukan memikirkan ! Itulah sebabnya Geologist yang baik harus berpikir berdasarkan DATA dan FAKTA dilapangan  … namun geologsit harus dibantu untuk memberikan keputusan !
You can do hard way or you can do smart way … both ways need you to do it any way … not just discuss it in the hall way.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar